Referral Banners

Apakah pewarna pada makanan bisa memicu Hiperaktif pada Anak?

Apakah pewarna pada makanan bisa memicu Hiperaktif pada Anak?


London: Makanan yang berwarna cerah tentu membuat anak-anak tertarik. Namun sebuah penelitian baru-baru ini mengaitkan makanan dengan pewarna aditif dapat memicu hiperaktif pada anak. Alhasil, Food and Drug Administration advisory panel (FDA) akan memeriksa keamanannya.

Warna aditif seperti quinoline yellow (kuning) dan ponceau 4R (merah) sudah lama dianggap aman, namun beberapa penelitian di Inggris baru-baru ini mengaitkan pewarna dengan hiperaktif pada anak-anak, sehingga mendorong FDA untuk mengadakan pertemuan untuk membahas ilmu pengetahuan.

Dalam penelitian 2007, yang dilakukan Agency Makanan Standar di Inggris, anak usia 3, 8, dan 9 tahun yang diberi sebuah dari tiga minuman buah. Dua di antaranya mengandung pewarna makanan. Usai mengonsumsi, perilaku mereka dievaluasi oleh orangtua dan guru. Hasilnya mereka menemukan anak dengan usia 8 dan 9 tahun yang minum jus dengan pewarna lebih hiperaktif dari pada anak-anak yang meminum jus yang sudah dikontrol. Bahkan gejala ini juga muncul pada anak-anak yang tidak memiliki gangguan hiperaktif sebelumnya.

Beberapa ahli gizi anak-anak tidak yakin dengan hasil temuan tersebut. Pasalnya banyak faktor penting lainnya yang turut bertanggung jawab. "Ketika Anda mempertimbangkannya dengan faktor-faktor penting lain yang bertanggung jawab terhadap hasilnya, seperti jenis kelamin, tingkat pendidikan ibu, diet dan faktor lainnya, ini menjadi mustahil untuk menegaskan bahwa perubahan perilaku adalah karena pewarna makanan, "kata Keith Ayoob, Direktur klinik gizi di Rose F. Kennedy Children's Evaluation and Rehabilitation Center di Albert Einstein College of Medicine kepada Washington Post.

Hal senada disampaikan dalam tinjauan penelitian oleh otoritas Eropa yang mengungkapkan bahwa data penelitian tidak mendukung hubungan yang jelas antara pewarna dan hiperaktif.

Namun para peneliti dari Pusat Ilmu Pengetahuan untuk Kepentingan Umum (Center for Science in the Public Interest/CSPI), yang mengajukan petisi kepada FDA untuk mengadakan sebuah panel dalam pewarna makanan pada tahun 2008, tidak setuju. "Ada bukti yang meyakinkan bahwa pewarna makanan merusak perilaku anak-anak," kata Michael Jacobson, kepala kelompok konsumen dan peserta dari sidang panel FDA.

Parlemen Eropa saat ini menginginkan produk makanan yang mengandung enam zat pewarna yang terlibat dalam penelitian Inggris menambahkan label peringatan bahwa mereka "mungkin memiliki dampak buruk terhadap aktivitas dan perhatian pada anak-anak," namun pemerintah masih memungkinkan penggunaan pewarna buatan lainnya.

Pembatasan tersebut telah mendorong banyak produsen makanan, termasuk Kellogg dan Mars, mengganti warna aditif yang bermasalah dengan pewarna alami yang terbuat dari buah-buahan dan sayuran.

Gagasan bahwa pewarna makanan mungkin akan menyebabkan hiperaktif bukanlah hal yang baru. Sebelumnya seorang dokter anak bernama Ben Feingold adalah yang pertama mengkhawatiran tentang hubungannya pada 1970.

Pada tahun 1977, Ralph Nader Public Health Research Group mengajukan petisi kepada FDA untuk melarang aditif warna tertentu karena alasan itu. CSPI lebih lanjut menunjukkan bahwa aditif warna lain yang sebelumnya dianggap aman kemudian ditemukan menjadi berbahaya, terutama Merah No 3, yang dilarang di kosmetik, obat-obatan, dan produk lain oleh FDA pada 1990. Hal ini dikaitkan dengan kanker pada tikus. Namun pewarna ini masih digunakan dalam makanan.

Komite penasihat makanan FDA, yang terdiri dari ilmuwan makanan, ahli toksikologi, epidemiologi, dan spesialis kesehatan lingkungan, akan mengadakan pertemuan awal pada 30 Maret untuk mengevaluasi penelitian yang tersedia, serta untuk mendengar kesaksian dari industri dan pendukung konsumen.(Healthland.time/MEL)



source:liputan6.com
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment